Learn And Unlearn
“You learn who you are by unlearning who they taught you to be.”
“Anda mengetahui siapa diri Anda dengan melepaskan apa yang diajarkan orang lain kepada Anda.”
Setahun yang lalu, mungkin gue gak akan paham maksud kutipan ini.
Tahun 2020 ini, tahun yang aneh, dengan segala kejutan dan perubahan tiba-tiba yang terjadi di sekeliling kita, ternyata juga adalah tahun yang sarat pesan buat diri gue pribadi.
Tahun 2020 ini punya tema utama buat gue, yaitu tentang kembali ke diri sejati.
Mulai dari ketemu buku Letting Go-nya David R. Hawkins, terus ketemu Human Design, bikin kelas dan gerakan Teman Seperjalanan Lompatan Hidup, dan beberapa peristiwa yang semuanya punya tema yang sama, tema yang membawa gue untuk menemukan lagi diri gue.
Ada satu line di buku Letting Go yang menguatkan banget buat gue, “Orang sukses karena melakukan hal yang ingin mereka lakukan, bukan melakukan hal yang seharusnya dilakukan.” Line ini jadi pembuka jalan gue untuk mulai percaya lagi bahwa gue hidup untuk melakukan hal yang gue inginkan, bukan sekedar melakukan yang harus. Dan lagi, harus menurut siapa?
Bertahun-tahun, gue selalu memasang standar dari luar untuk diri gue. Harusnya begini, orang sukses tuh harus melakukan ini, yang bener tuh kalo gini, dan banyak lagi hal-hal yang gue pikir harus gue lakukan karena itu yang gue pelajari.
Gue takut dengerin diri gue sendiri. Takut salah, takut gagal, takut itu hanya keinginan yang aneh dan gak masuk akal, takut tidak sesuai dan tidak diterima, takut dinilai begini dan begitu. Padahal ternyata, dikonfirmasi oleh Hawkins, bahwa kita berhasil karena melakukan hal yang kita inginkan. Dan sebetulnya, setiap orang terlahir dengan tujuan yang berbeda-beda. Tuhan melengkapi setiap orang dengan fitur dan rancangan yang sesuai untuk melakukan tujuannya tadi.
Cuma, kita terbiasa diajari untuk sama dan mengikuti arus di luar alih-alih mendengarkan aliran diri di dalam.
Dan gue menemukan, inilah penghalang cahaya Diri Sejati yang pertama, terlalu banyak mendengarkan yang di luar. Menyerap sepenuhnya yang diajarkan kepada kita tanpa terlebih dahulu mengenal diri kita.
Bukan pengetahuan dan ajarannya yang jelek, tapi seharusnya pengetahuan itu melengkapi apa yang sudah ada di dalam, bukan malah menutupi atau membelokkan. Kita perlu mengenal fitur dan cahaya apa yang kita miliki di dalam, sebelum memasukkan pengetahuan ke dalam. Yang selaras, silahkan masuk. Yang gak selaras, ya bukan untuk saya.
Ajaran “harus bisa terbang untuk bertahan hidup” mungkin berlaku untuk sekelompok burung elang, tapi ketika ajaran ini ditularkan kepada sekelompok burung onta, maka jadi gak sinkron dengan rancangan tubuh burung onta yang besar dan berat.
Sebelum para burung onta merasa stress, khawatir, dan merasa gak berharga karena gak bisa terbang, mereka baiknya mengenal diri dulu. Ketika mereka mengenali dan menyadari bahwa rancangan tubuh mereka adalah untuk berlari cepat, maka mereka gak akan tertular dengan ajaran soal terbang tadi.
Kalau mereka menyerap mentah-mentah keyakinan “harus bisa terbang” tadi tanpa mengenali dirinya, mereka bisa jadi lupa bahwa mereka memiliki fitur terbaik untuk berlari, mereka jadi gak bisa melihat kehebatan dan kemampuan mereka. Seumur hidup mereka akan merasa gagal. Perasaan yang sia-sia karena mereka merasa gagal untuk sesuatu yang memang gak perlu mereka lakukan, karena bukan untuk itu mereka dilahirkan.
Banyak orang mengalami kesia-siaan yang sama, gue salah satunya. Hehehe.. Sedikit mengenal yang di dalam, tetapi menyerap dan mengambil semua yang diajarkan oleh yang di luar, sehingga malah menutupi cahaya di dalam.
Dulu gue sering merasa bersalah dan takut salah kalau gue memilih untuk mendengarkan diri gue. Ketika ada sisi gue yang beda dengan yang di luar, gue juga lebih sering berpikir apa gue yang salah dan aneh.
Salah seorang temen yang baru aja cek Human Design kemarin ini, memiliki profil yang memang cara belajarnya adalah trial and error. Dia senang mencoba dan mengeksplor hal baru, dan itu cara dia bertumbuh.
Waktu gue bilang ke dia, “Buat lu error itu bukan kemunduran, tapi kemajuan, karena lu belajar dari error, belajar dari kesalahan.”
“Nah iya Si, bener banget. Gue juga ngerasanya begitu.”
“Jadi lu ngerasa fine aja ya kalo abis ngalamin error?”
“Iya, gue ngerasanya gue belajar kok.. Fine aja. Tapi laki gue sering bilang, masa sih kamu harus kejeblos terus? Kan harusnya bisa belajar dari pengalaman orang lain dong, gak harus kamu sendiri yang ngalamin.”
“Nah, menurut lu gimana itu?”
“Gue berasanya beda Si, kalo gue liat orang lain tuh gue gak dapet feelnya. Jadi gue gak belajar, karena masih ada pertanyaan dan penasaran gitu.. Beda kalo gue ngalamin sendiri, gue dapet banget feel dan sudut pandangnya. Tapi karena laki gue bilang gitu, gue jadi mikir apa gue ini bego? Hahaha.. Ternyata bukannya gue bego yah. Ya emang gue eksplor dengan cara itu.. dan iya sih, guenya mah fine aja. Enjoy-enjoy aja..”
Ada banyak yang bisa dibahas dari case ini, tapi yang relate ke tulisan ini adalah, kalo memang kita udah kenal cara kita belajar dan bertumbuh, just embrace it. Kadang, kita ketepa/ketularan sama feelingnya orang lain yang ngerasa harusnya gak gitu. Ya harusnya gak gitu buat mereka, karena mereka mungkin emang beda dan punya cara sendiri. Tapi kalo memang itu cara kita, why not?
Satu efek dari Human Design yang gue perhatiin ke diri gue dan orang-orang yang cek ke gue adalah rasa lega dan firm karena mendapatkan konfirmasi tentang rancangan diri dan cara diri kita bekerja dan bertumbuh. Lepasnya rasa bersalah atau perasaan merasa salah karena berbeda dan punya gaya diri sendiri.
Kenapa merasa bersalah? Karena kita punya perasaan gak aman kalo gak diterima. Dan kebanyakan pandangan menunjukkan kita akan diterima kalau kita sama dengan mayoritas. Terkadang, kebutuhan tangki cinta kita akan perasaan diterima dan dihargai mengalahkan perasaan rindu akan jadi diri sendiri. Banyak yang memilih lebih baik gue diterima dan dihargai aja deh. Rasanya lebih nyaman. Dan ya, itu fine-fine aja. Kembali ke waktu dan perjalanan masing-masing.
Tapi, sebagian orang mulai merasa rindu untuk jadi diri sendiri tanpa merasa bersalah, dan mulai mencari. “Gue pengen pulang.” Mungkin itu perasaannya. Memakai topeng itu melelahkan, dan terus-terusan membawa milik orang lain juga ada masanya kita akan merasa cukup dan ingin meletakkannya karena merasa gak sesuai dengan diri kita.
Menurut gue, perasaan mencari dan lelah adalah feedback bahwa sudah saatnya kita “unlearn” apa yang gak selaras dengan diri kita. “Unlearn” hal-hal yang membatasi diri kita.
Dengan begitu uniknya setiap individu, selalu akan ada hal yang sama dan tidak sama antara individu yang satu dengan yang lain. It’s okay to be different.
Gue harap maksud gue tersampaikan, bukan berarti kita jadi gak mau belajar apapun dari luar ya. Belajar itu wajib buat gue, masih banyak hal yang gue belum tau pastinya. Tapi intinya, kenali dulu diri kita, percayai diri dan fitur-fitur kita, supaya kita bisa menyaring yang di luar. Tidak semua saran cocok untuk kita, walaupun pasti ada yang cocok juga. Tidak semua cara yang berhasil untuk orang harus berhasil untuk kita juga. Atau sebaliknya, tidak semua cara yg tidak berhasil pada orang kemudian pasti tidak berhasil juga untuk kita. Bisa saja berbeda.
Untuk bisa bijak mengenali dan memutuskan mana yang selaras dan mendukung fitur diri kita, sebetulnya kita udah dibekali oleh sinyal dan petunjuk di dalam diri kita untuk memandu kita. Di Human Design ada yang disebut Signature, Not-Self Theme, Inner Authority dan Strategy. Dan keempat ini ngefek banget buat gue yang masih suka ragu.
Buat temen-temen yang udah mulai perjalanan pulang ke dalam dirinya, atau bahkan mungkin udah ada yang nyampe ke dalam dirinya, gue cuma mau bilang hal yang gue juga bilang ke diri gue sendiri, “Welcome home..” ❤️