Emosi
Emosi adalah sesuatu yang alami dan merupakan bagian kehidupan.
Selama masih hidup, alaminya kita masih akan selalu mengalami beraneka ragam emosi, baik power maupun force.
Orang-orang yang sudah di level power pun masih bisa mengalami emosi di level force lagi.
Tetap akan masih merasakan, cuma bedanya mereka tidak lagi menjadi korban atas emosi-emosi force mereka.
Mereka sudah fasih menjadi pengamat dan melampaui emosi-emosi tersebut, sehingga emosi itu ada namun tidak sampai mengendalikan diri dan respon mereka ke luar.
Orang-orang di level energi power sudah keluar dari mental korban/victim, sehingga mereka memegang otoritas penuh atas diri mereka.
Emosi yang datang tidak lagi menakutkan, karena sebagai tuan rumah mereka sudah tahu bagaimana memperlakukan tamu yang datang.
Juga tidak buru-buru mengusir, atau malah mengabaikan tamu ketika mereka datang, karena sudah paham kenapa tamu itu datang. Bahwa tamu datang karena membawa sesuatu yang diperlukan oleh sang tuan rumah. Mereka pun hanya datang karena ada undangan/kebutuhan/tarikan dari kita sebagai tuan rumah.
“What we feel, we attract.” – Buddha
“These pains you feel are messengers. Listen to them.” – Rumi
Maka orang-orang yang sudah di level Power, mereka secara alami melakukan 3 hal yang sudah sering kita bahas, yaitu allow, accept, embrace.
Mereka akan mempersilahkan tamu itu masuk, duduk, mendengarkan mereka berbicara, tanpa menyerahkan otoritas sebagai tuan rumah.
Mereka juga telah mampu menjadi orangtua bagi emosi-emosi force tersebut, sehingga mereka tidak lagi harus membentak atau melawan emosi, namun mereka mengasuh, merawat dan memperlakukan emosi-emosi tersebut dengan cinta kasih.
Jika kita menerima emosi-emosi ini dengan mengamati dan memahami, maka akan lebih mudah untuk kita menemukan, emosi tersebut tentang apa, mau membawa kesembuhan tentang apa, mau bicara tentang luka atau ego yang mana, mau memberi pencerahan tentang Shadow yang mana.
Kuncinya di kesadaran.
Kesadaran menentukan sudut pandang & pemahaman terhadap emosi yang datang.
Sudut pandang & pemahaman menentukan respon dalam menyikapi emosi.
Respon menentukan hasil/akibat.
Karena diperlakukan sedemikian rupa, dengan otoritas dan cinta kasih, maka emosi pun tahu diri sebagai tamu.
Mereka bicara, menyampaikan pesan, lalu saat pesan sudah kita terima, mereka pun pergi.
Tanpa merasa perlu menimbulkan keributan, karena mereka sudah diterima, didengarkan, dan dicintai.
Analogi tambahan :
Seperti, tukang paket.
Kenapa tukang paket datang ke rumah kita?
Ya karena ada kiriman untuk kita, kita yang memesan sesuatu.
Kalau tidak ada yang kita pesan, apakah mereka akan datang?
Tentu tidak.
Kecuali tukang paketnya saudara/teman lain cerita, tujuan mereka datang juga bukan untuk kirim paket itu mah, tapi bersilahturahmi.
Case lain, kalau emosi force yang kita rasakan ternyata adalah emosi tularan, maka saat mengamati dengan sadar, kita seperti sedang mengecek, oh ini alamatnya salah, paket ini bukan untuk kita, ya dikembalikan saja ke tukang paketnya.
Emosi tularannya dikembalikan ke luar, tidak perlu dibawa masuk.